BREBES- Pondok Pesantren Darussalam Jatibarang Kidul, Kecamatan Jatibarang Kabupaten
Brebes selama bulan puasa ini mengkaji Empat Kitab Kuning. Kajian kitab kuning
tersebut digelar dalam berbagai waktu sesuai peruntukannya dan terbagi di dua
tempat. Diharapkan santri mukim maupun kalong bisa mengikuti kegiatan kajian
kitab kuning tersebut dalam waktu lebih kurang 20 hari ke depan.
Demikian disampaikan Pengasuh Ponpes
Darussalam Jatibarang KH Syeh Sholeh
Muhammad Basalamah dikediamannya, kompleks pondok, Jalan Pramuka
Jatibarang Kidul, Jatibarang Brebes, Senin (29/5) lalu.
Adapun kitab yang dikaji, yakni Kitab Mukafirot Dhunub yang membahas
langkah langkah ampunan dosa, sebab masalah ini sangat penting bagi
kehidupan manusia di dunia.
Selanjutnya Kitab
Wasiyatul Mustofa atau wasiat wasiat rosulillah, terus Kitab Birul Walidain khususnya untuk
santri. Sebab dewasa ini remaja kurang mengerti bagaimana berbakti pada orang
tua.
Dan kitab Al Arbaun, yang berisi empat puluh hadits tentang persatuan
umat, empat puluh hadits kehebatan Muhammad dan empat puluh hadits tentang
kebesaran Allah.
Peserta kajian kitab tidak hanya santri
mukim saja, tetapi juga jamaah Ahlit Thoriqoh Atijaniyah serta masyarakat umum,
dan kemarin pagi
sudah hadir lebih dari 1000 jamaah.
Kajian kitab digelar setiap hari Senin
dan Kamis di Pondok Pesantren untuk masyarakat di luar santri mukim. Sedangkan
untuk kajian di Masjid Mujahidin, setiap sore ba’da Ashar berlangsung setiap
hari untuk santri dan masyarakat umum.
Syeh Sholeh, demikian panggilan akrabnya
menjelaskan, kalau Pondok Pesantren Darussalam berdiri pada tahun 1988, yang pada
awalnya mengelola Madrasah Diniyah Darussalam.
Namun melihat perkembangan dan minat
santri cukup banyak, maka pada tahun 1999 membuka Pesantren Darussalam hingga
kini.
“Pondok kami, sementara baru menerima
santri putra dan maksimal pertahun pelajaran menerima 40 santri. Sekarang santri
ada 250 orang,” ucapnya.
Pembatasan jumlah santri, lanjutnya,
dilatarbelakangi ingin memberi citra bahwa pesantren tidak kumuh, harus bersih
dan sehat. “Kalau
melebihi kapasitas, santri menjadi repot akibat keterbatasan sarana dan
prasaran dan sedikitnya pengasuh,” ungkapnya.
Meski demikian, ke depan ulama yang
seneng menulis buku ini lagi mengkader santri agar bisa membantu dirinya. “Saya pengin
membangun nuansa pesantren yang lebih bersih dan sehat, pesantren yang bersih
secara fisik dan mental,” tandasnya.
Syeh Sholeh menegaskan, dalam mengelola
Pesantren Darussalam dirinya lebih menekankan pendidikan atau tarbiyah bukan
pelajaran, kalau belajar hanya sekadar baca kitab, menghafal pelajaran.
“Tapi kalau pendidikan atau tarbiyah santri mampu
mempraktekan hasil yang dipelajari. Apa yang bisa dipelajari santri, langsung
kita praktekan,” pungkasnya.
(wasdiun/didik)