Selamat Datang!

Surga yang Bergeser

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal, Dr Hamidah Abdurrachman/foto: istimewa

 Oleh: Dr Hamidah Abdurrachman



Berita tentang anak yang berseteru dengan ibunya, bahkan sampai dilaporkan polisi sungguh memprihatinkan. S (36), warga Demak, Jawa Tengah, dilaporkan anak kandungnya atas kasus penganiayaan. Kasus ini hanya bermula soal pakaian sang anak yang terlanjur dibuang oleh ibunya. Sebelumnya seorang anak di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) berinisial M (40) juga melaporkan ibu kandungnya, K (60) ke polisi karena tidak terima motor hasil warisan ayahnya dijual ibunya. Di Purbalingga juga terjadi, Patricia Harjati (68), warga Desa Blater, Kecamatan Kalimanah, dilaporkan anak-anaknya karena dalam dugaan perkara tindak pidana pemalsuan surat (dokumen).


Kasus seperti sebenarnya tidak perlu terjadi kalau komunikasi dalam keluarga tercipta dengan baik, kedua pihak sebagai Ibu dan Anak dapat menyelesaikan melalui mekanisme internal.


Rumah tangga sebagai baiti jannati


Konsep rumahku surgaku ini membuat penghuni rumah merasa keluarga adalah suatu hal yang utama dalam sebuah ikatan yang kuat. Ibu dan ayah sebagai figur yang selalu mnjadi panutan dan tempat bersandar bagi anak-anaknya, Kalau tetiba ada anak yang berbuat kejam terhadap ibunya, patut dipertanyakan mengapa sampai hal tersebut terjadi? Kemungkinan komunikasi macet atau anak-anak tidak lagi menganggap orang tuanya adalah figur yang harus dihormati dan ditaati.


Islam mendorong semua anak wajib berbakti terhadap orang tuanya. Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 23 yang artinya “Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia“. Bahkan Rasulullah melarang melakukan perbuatan yang membuat orang tua bersedih dan menangis, sebagaimana  Ibnu ‘Umar berkata: “Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” (HR. Bukhari)


Duraka (al-‘uquuq), seperti dikutip dari DalamIslam.com, berasal dari al-‘aqqu yang berarti al-qath’u yaitu memutus, membelah, merobek, atau memotong. Dalam islam, anak dikatakan durhaka pada orangtua (uquuqul walidain) apabila melakukan perbuatan atau mengucapkan sesuatu yang menyakiti hati orang tuanya. Perbuatan durhaka kepada orangtua termasuk dalam dosa besar yang setara dengan mempersekutukan Allah SWT. Salah satu hadist yang menjelaskan dosa berbuat durhaka, seperti yang berasal dari Bukhari yang artinya:


Dari Abdullâh bin ‘Amr, ia berkata: Seorang Arab Badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “ Wahai Rasûlullâh, apakah dosa-dosa besar itu ?” Beliau menjawab, “ Isyrak (menyekutukan sesuatu) dengan Allâh”, ia bertanya lagi, “ Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian durhaka kepada dua orang tua” ia bertanya lagi, “ Kemudian apa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “ Sumpah yang menjerumuskan”. Aku bertanya, “ Apa sumpah yang menjerumuskan itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “ Sumpah dusta yang menjadikan dia mengambil harta seorang muslim”. (HR al-Bukhâri, no. 6255)


Surga yang bergeser


Ketika masih kecil, para guru-guru kita selalu mengingatkan untuk berbakti kepada orang tua khususnya Ibu karena surga berada di telapak kaki Ibu. Seringkali disebutkan: dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Surga ada di bawah telapak kaki para ibu.” Sayangnya Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Abu asy-Syaikh al-Ashbahani rahimahullah dalam Thabaqâtul Muhadditsîna bi-Ashbahân (3/568), al-Qudha-‘i dalam Musnad asy-Syihâb (1/102) dan ad-Daulabi dalam al-Kuna wal Asmâ’ (no. 1440) dengan sanad mereka semua dari Manshûr bin al-Muhajir, dari Abu an-Nadhr al-Abbar, hadits ini adalah hadits yang sangat lemah, dalam sanadnya ada dua rawi yang tidak dikenal, yaitu Manshûr bin al-Muhajir dan Abu an-Nadhr al-Abbar.


Akan tetapi ada hadits lain yang shahih atau hasan dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan makna yang tersebut dalam hadits di atas. Dikeluarkan oleh Imam an-Nasâ-i (6/11), al-Hâkim (2/114 dan 4/167) dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (2/289), dengan sanad mereka dari Mu’awiyah bin Jahimah as-Sulami bahwa ayahnya Jahimah as-Sulami Radhiyallahu anhu datang kepada Nabi Muhammad n dan berkata: “Wahai Rasûlullâh! Aku ingin ikut dalam peperangan (berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla) dan aku datang untuk meminta pendapatmu”, ”Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mempunyai ibu?” Dia menjawab, “Ya”. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetaplah bersamanya! Karena sesungguhnya surga ada di bawah kedua kakinya.” Hadits ini dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim, disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dan al-Mundziri.[8] Juga dikuatkan oleh Imam al-Haitsami[9] dan dihukumi sebagai hadits hasan oleh Syaikh al-Albani (Referensi: https:/almanhaj.or.id/8980-hadits-palsu-tentang-surga-di-bawah-telapak-kaki-ibu.html)


Dalam hadist lainnya, tentang kepada siapakah kita harus berbakti, Rasulullah menyebutkan Ibu, setelah itu siapa, Ibu dan setelah itu, Rasulullah menjawab Ibu. Kalau kita berkata “ah” saja dilarang apalagi kalau sampai membuat Ibu bersedih, menangis dan menderita. Wahai anak, berlutulah kepada Ibumu, mohon maaf dan ridho, karena Riho Allah tergantung kepada Ridho orang tua. Wallahualam bisshawab. (Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal)

Share this post :

Berita Populer

Statistik

 
| |
Copyright © 2016. ranahpesisir - All Rights Reserved
Admin by redaksi
Proudly presetnt by ranahpesisir.com