Selamat Datang!

Ganjar Pranowo dan Tragedi Rustriningsih

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo/foto: istimewa 

DITENGAH
 gegap-gempita pemberitaan seputar persaingan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani, saya teringat sosok Rustriningsih. Dia perempuan pertama dari PDI Perjuangan yang menjadi kepala daerah di awal reformasi. Berbeda dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang kadang meledak-ledak, Rustriningsih tampil lebih tenang.

Di balik keanggunannya itu, dia menorehkan sejumlah prestasi. Perempuan kelahiran 3 Juli 1967 itu sukses membawa PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kebumen dari Rp 6 miliar menjadi Rp 23 miliar dalam waktu 3 tahun. Membangun berbagai infrastruktur jalan, jembatan, hingga pendidikan. Untuk membiayai pendidikan, dia dikabarkan pernah menggadaikan SK bupatinya, dan laku Rp 100 juta.

Badan dunia untuk bidang Ekonomi Asia-Pasifik menganugerahinya Outstanding Woman in Local Government Certificate of Recognition pada 2001. Dia juga menjadi finalis Stockholm Challenge's Award (Pemanfaatan IT Untuk Pendidikan di Masyarakat) pada 2006.

Kinerja Rustriningsih dalam membangun Kebumen membuatnya diundang ke Amerika. Dia diminta menjadi pembicara dalam sebuah seminar tentang pemerintahan yang bersih. Duta Besar Australia secara khusus mengundangnya dalam sebuah cocktail party untuk mendengar paparan Rustri tentang isu yang sama. Bank Dunia pun menyokong penuh upayanya membangun birokrasi yang bebas dari korupsi.

Sejumlah media internasional, seperti CNN, News Week, New York Times (NYT), dan Street Times, menilai Rustri sebagai sosok pejabat yang bersih dan merakyat. "Ms. Rustriningsih is a good politician, so she is grateful for all the fuss. But at heart, what she has done is based on common sense," tulis NYT, 8 September 2003.

Rustriningsih menjadi kader PDIP sejak 1986 saat masih berusia 18 tahun. Loyalitas, prestasi, dan popularitasnya menjadikan dia sebagai ikon PDIP Jawa Tengah. "Rustri adalah Srikandi saya," begitu Ketua Umum PDIP Megawati pernah memuji. Saat itu Rustri harus meninggalkan kursi bupati sebelum masa bakti keduanya berakhir. Sebagai petugas partai, dia manut saat diminta mendampingi mantan Pangkostrad Letjen Bibit Waluyo memimpin Jawa Tengah.

Tapi ketika Rustri berambisi naik kelas menggantikan Bibit, restu tak diterimanya. Tanpa penjelasan memadai, pada 2013 Megawati justru memberikan posisi itu ke Ganjar Pranowo. Rustri kecewa, sakit hati. Dia tak terima saat loyalitas, prestasi, dan popularitasnya dianggap seolah tak berarti lagi.

Saat Partai Demokrat mengundangnya untuk ikut Konvensi Calon Presiden, Rustri masih tahu diri. Dia tegas menolak. Tapi kemudian 'bunuh diri' politik dilakukannya saat kampanye Pilpres dengan menyokong duet Prabowo-Hatta Rajasa. Bukan Jokowi-Jusuf Kalla, yang direstui Megawati bersama PDIP. Nama Rustri pun perlahan memudar. Dilupakan orang.

Bagaimana dengan Ganjar Pranowo? Rekam jejak politik lelaki kelahiran 28 Oktober 1968 itu sebetulnya tak semoncer Rustriningsih. Dia menjadi anggota DPR karena ketiban pulung. Ganjar masuk DPR menggantikan politikus gaek Jakob Tobing, yang menjadi Duta Besar untuk Korea Selatan, 2004-2008. Tampilannya lumayan, enak dilihat. Cerdas tapi tidak keminter. Santun. Jauhlah bila dibandingkan dengan Masinton atau Arteria Dahlan, misalnya.

Karena itulah dia kerap dikutip media. Apalagi Ganjar juga 'gaul' dan mengikuti perkembangan teknologi. Dia sudah bermain media sosial sejak era Twitter muncul pada 2010. Lalu merambah ke Instagram, YouTube, dan TikTok. Materi pesannya mengikuti isu aktual, disampaikan secara natural.

Tapi segala kelebihannya itu kini menjadi ancaman bagi Puan Maharani, yang tak kunjung memperlihatkan keluwesan alami dalam berkomunikasi. Juga belum mampu melakukan diplomasi mumpuni meski sekadar untuk menegur 'bawahan' yang dianggapnya sebagai pesaing itu.

Bandingkan dengan manuver Ganjar yang elegan. Tahu disingkirkan, dia langsung menemui si empunya kuasa sebenarnya di Teuku Umar. Seolah punya agenda bersepeda di Jakarta, dia singgah seraya menyerahkan lukisan untuk Megawati. Semestinya, Puan maupun Bambang Wuryanto bermain elegan seperti itu. Bagaimana menjadikan pesaing bertekuk lutut tanpa mengusik harga dirinya. Apalagi mau dinilai dari kacamata apa pun yang dilakukan Ganjar Pranowo tak menyalahi hukum maupun etika dan moral apa pun.

Tapi ada kemungkinan Ganjar Pranowo juga tahu diri. Indikasinya, dia cuma berkomentar pendek-pendek kepada para wartawan. Dia sepertinya akan mengurangi agresivitasnya di media sosial. Alumnus Fakultas Hukum UGM itu tak akan konfrontatif ke Puan. Apalagi ke Megawati bila kelak memang tak merestui. Dia pasti sadar popularitas dan karismanya tak seperti Jokowi pada 2014. Ganjar juga pasti berpikir panjang untuk tidak mengulang tragedi Rustriningsih. (duniapustaka)

Share this post :

Berita Populer

Statistik

 
| |
Copyright © 2016. ranahpesisir - All Rights Reserved
Admin by redaksi
Proudly presetnt by ranahpesisir.com