Dr Dien Noviany Rahmatika SE MM Akt CA saat memberikan Orasi Ilmiah terkait korupsi dan kecurangan dalam rangka Pelepasan Calon Wisudawan Fakultas Ekonomi Universitas Pancasakti Tegal/foto: istimewa |
TEGAL-Korupsi dan kecurangan (fraud)
adalah masalah global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktek korupsi dan fraud biasanya
sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator yang meletakkan
kekuasaan di tangan segelintir orang, pelanggaran HAM maupun
terdapat pada perusahaan yang cenderung memanipulasi laporan keuangan.
Demikian
disampaikan Dr
Dien Noviany Rahmatika SE MM Akt CA dalam rangka
Pelepasan Calon Wisudawan Fakultas Ekonomi
(FE)
Universitas Pancasakti (UPS) Tegal, Rabu (6/9).
Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, masih kata Dien Noviany, persoalan korupsi memang telah mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas
pejabat publik, tak jarang yang menganggap korupsi sebagi sesuatu yang lumrah
dan wajar.
“Ibarat candu, korupsi telah
menjadi suatu kebutuhan, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat stres
para penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasaan, dan berujung kepada
sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pelaku,” kata Dien.
Di dalam ilmu ekonomi, korupsi dan fraud mencakup penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat seperti penggelapan, nepotisme, penyogokan, pemerasan,
campuran tangan dan penipuan. Di sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke
proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
“Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit
demokrasi dan tata pemerintahan yang baik,”
ungkap Dien.
Korupsi di Indonesia
Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Transparency International (TI), merilis
data indeks persepsi korupsi (Corruption Perception Index) untuk tahun
2016, bahwa Indonesia merupakan bagian dari negara dengan tingkat korupsi yang besar didunia. Dalam laporannya, Indonesia menempati
peringkat ke 90 dari
176 dengan skor CPI 37. Dengan 100
sebagai skor yang paling bersih.
Kecurangan tidak hanya terjadi di pemerintahan, tetapi juga di perbankan,
pendidikan, swasta maupun sektor lainnya. Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi
Keuangan (PPATK) menyebutkan, hingga Januari 2014
sebanyak 70%, atau sekitar 318 dari 524 orang kepala daerah dan
wakil kepala daerah tersangkut korupsi.
“Anda bayangkan 70%, artinya adalah sebagian
besar dari kepala daerah kota tersangkut kasus korupsi. Seperti istilah sempalan dalil
Lord Acton “power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” itu tampaknya tepat untuk
menggambarkan penguasa yang ingin menyalahgunakan kekuasaannya,” jelas Dien.
Korupsi yang terjadi diberbagai negara termasuk
di Indonesia, merupakan suatu cerminan yang dimiliki oleh sebuah negara, yaitu perilaku dari penduduk negara
itu sendiri. Semakin
besar tingkat korupsi sebuah negara,
maka semakin buruk pula perilaku manusianya.
Melihat fenomena tersebut di atas, maka perlu
adanya kesadaran dalam setiap individu dalam mengatasi tindak korupsi, karena
korupsi tidak selalu berkaitan dengan uang dengan jumlah besar, Pada awalnya
memang kecil, tetapi jika dibiarkan terlalu lama akan berdampak besar dan
menjadikan kebiasaan buruk pada setiap individu.
“Didalam ilmu ekonomi, kecurangan
atau fraud berdasarkan ACFE’s
mendefinisikan fraud sebagai tindakan
mengambil keuntungan secara sengaja dengan cara menyalahgunakan suatu
pekerjaan/jabatan atau mencuri asset/sumberdaya dalam organisasi. Penyebabnya
adalah tekanan, kesempatan dan pembenaran
atas tindakan,” terang Dien.
Di dalam ilmu ekonomi, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok
sebagai berikut: Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud), Kecurangan dalam bentuk salah saji
material Laporan Keuangan, Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), Korupsi (Corruption), Korupsi secara ekonomi
terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict
of interest), suap (bribery),
pemberian illegal (illegal gratuity),
dan pemerasan (economic extortion).
“Untuk meminimalisasi tindakan fraud dapat diupayakan
dengan 3 hal, yaitu fraud prevention, fraud detection and fraud
investigation. Salah satu bentuk pencegahan fraud secara alamiah
adalah pengembangan budaya anti korupsi dalam organisasi, salah satu upaya yang
dapat dilakukan yaitu dalam bentuk penyusunan program Fraud Control Plan (FPC) atau SIKENCUR,”
papar Dien.
Faktanya, institusi dan aparat penegak hukum yang berwenang memberantas
korupsisaat ini tengah disorot oleh publik dan media karena banyak yang
terlibat dalam kasus korupsi. Hal ini tentu saja akan membuat pemberantasan
korupsi lebih lama dan berliku. Ibaratkan lantai yang kotor, debu dan
kotorannya sudah semakin tebal dan berkerak. Maka kepada siapa lagi kita akan
berharap? Oleh karena itu upaya membersihkan Indonesia dari gurita korupsi di
perlukan peran dari semua pihak, salah satunya adalah perguruan tinggi.
“Strategi Preventif Institusi pendidikan diyakini
sebagai tempat terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai
anti-korupsi. Mahasiswa yang akan menjadi tulang punggung bangsa di masa
mendatang sejak dini harus diajarkan dan dididik untuk membenci serta menjauhi
praktek korupsi,” tambah Dien.
Strategi Edukatif Perguruan tinggi
sebagai lembaga pendidikan memiliki peran penting untuk menumbuhkan
kesadaran untuk tidak melakukan korupsi. Perguruan tinggi memiliki peran
strategis untuk melahirkan para calonintelektual mudayang memiliki paradigma
dan orientasi nilai-nilai moral pemberantasan korupsi.
“Ekspektasi Sebagai agen perubahan (agent of change), perguruan tinggi perlu
menjadi pelopor utama dari gerakan kultural pemberantasan korupsi yang
kondisinya sudah semakin memprihatinkan. Ke depan, perguruan tinggi diharapkan
betul-betul menjadi sebuah lembaga yang menjalankan sistem dan tata kelola
institusi yang menerapkan prinsip clean
and good governance.,” pungkas Dien Noviany. (didik yuliyanto)